“Loh,
Pril, itu Adam kan?” tanya Bintang yang membuat April menoleh ke arah yang
ditunjuk Bintang.
“Ya,
terus?” ucap April sekenanya pada Bintang yang membuat Bintang menggelengkan
kepalanya. Ucapan yang selalu sama jika April menyinggung tentang Adam,
seseorang yang dulu pernah mengisi harinya, namun berubah setelah hubungan yang
mereka jalin berakhir.
“Lu
kenapa sih, Pril? Emang harus musuhan setelah putus ya?” tanya Bintang. April
pun hanya menggedikkan bahunya tak acuh. Bintang pun berhenti bertanya pada
temannya dan kembali melanjutkan makan.
****
Dari radio mobil yang diputar oleh Bintang mengalun lagu
lembut yang tak asing bagi April maupun Bintang. Jalan raya di depan mereka
macet total, menghentikan mereka di tengah hujan deras menuju jalan pulang ke
rumah masing-masing. April dibalik kemudi langsung membeku sesaat lagu itu
melantun. Especially for You. Melihat
perubahan reaksi yang ditunjukkan April, Bintang dengan cepat mencoba mematikan
lagu yang mengalun dari radio mobil, tetapi sesuatu menahannya.
“Loh,
kenapa, Pril? Kok lu nahan gue?” tanya Bintang bingung.
“Loh,
lu mau ngapain emangnya?” April balik bertanya.
“Ya
menurut lu, gue mau ngapain? Matiin radionya lah,” ucap Bintang jujur.
“Kenapa?”
tanya April.
“Lu ga
bisa liat muka lu setelah denger lagu ini sih, muka lu mendadak pucat, terus
beku mendadak. Semua gerak gerik lu jadi canggung,” tutur Bintang membuat April
melepaskan tangan Bintang perlahan.
“Kalau
dimatiin kan malah sepi,” ucap April mulai mengalihkan pandangannya ke arah
rintik hujan yang jatuh dengan kecepatan sedang.
“Pril,
mungkin gue ga tau seberapa lagu ini berarti buat lu dulu. Atau bahkan sampai
sekarang. Tapi gue tau kok, ini ada hubungannya dengan Adam. Lu selalu reflek
matiin radio kalau lagu ini diputar, lu reflek ngelepas headset lu kalau ga sengaja lagu ini melantun dari HP lu, tapi gue bingung
kenapa lu ga pernah ngapus lagu ini dari daftar musik di HP lu maupun di iPod
lu,” ucap Bintang menjelaskan.
“Bintang,
gue jarang cerita kan ke elu? Kalau sekarang gue cerita, lu mau denger ga?”
tanya April membuat mata Bintang terbelalak.
“Tumben
banget lu. Gue siap dengerin lu, tapi gue bukan orang yang terlalu bijak untuk
memberi saran buat seseorang, apalagi masalah cinta,” ucap Bintang.
“Lagu
ini, lagu yang berarti untuk gue. Adam nembak gue lewat lagu ini, alunan gitar
dan sebuah boneka beruang besar bertuliskan ‘I Love You’ di depan rumah gue. Di saat itu gue sangat tersipu, dan
akhirnya gue sama Adam jadian. Tapi ternyata hubungan gue dan dia ga bisa bertahan
lama. Gue putus, karena keegoisan masing-masing. Dulu pas awal-awal putus, lagu
ini selalu menghempaskan gue kembali ke masa dimana gue masih bersama Adam.
Karena ketika lu putus, mungkin lu lebih
merindukan masa-masa dimana orang tersebut masih ada disisi lu, atau merindukan
kenangan-kenangannya, bukan orangnya. Tapi membenci lagu ini bukan hal yang benar, bukan? Karena lagu ini memang akan tetap ada dengan segala kenangan yang menyertainya, jadi gue putuskan untuk menerimanya, mendengarkannya ketika radio memutar lagunya, mendengarkannya ketika lagu ini melantun di HP gue, karena itu ga akan mengubah apa-apa, hanya tinggal kenangan,” April berhenti lalu menghela nafas panjang, sementara Bintang mendengarkan
temannya bercerita.
“Gue
orang yang sulit jatuh cinta, namun ketika gue jatuh cinta, gue akan mencintai
dengan sangat. Begitupun pas sama Adam. Gue sayang banget sama dia. Betapa
bodohnya gue untuk membiarkan hati gue jatuh gitu aja hanya untuk dihancurkan.
Mungkin seharusnya, gue biarkan rasa itu tumbuh perlahan, bukannya langsung
membiarkan rasa itu jatuh sepenuhnya. Betapa hancurnya hati gue ketika Adam
mutusin gue. Rasanya… sulit untuk didefinisikan. Ada perasaan sakit yang sangat
mendalam namun gue ga bisa untuk menangis. Gue biarkan diri gue larut dalam
kesedihan untuk pertama dan terakhir kalinya untuk Adam. Dan gue harap, dengan
hilangnya rasa sedih itu, hilang juga perasaan sayang gue sama Adam. Namun,
Tuhan nampaknya berkehendak lain. Betapapun gue berusaha untuk melupakannya,
dia tetap ada di dalam hati gue. Bahkan mungkin hingga sekarang. Betapa gue ga
bisa membohongi hati gue, ketika kita ke fakultasnya. Gue berusaha tetap cuek,
namun sudut mata gue selalu mencari keberadaan Adam. Seberapa banyak gue
mencoba acuh atas keberadaan Adam yang tiba-tiba deket sama keberadaan gue,
kaya tadi di Mall, tapi sesering itu juga hati gue hancur, dan lebih hancur,”
ucap April. Lagu itu telah berhenti mengalun dari radio yang digantikan dengan
suara penyiar radio yang bernada riang di tengah kemacetan dan rintik hujan.
Bintang
mendengarkan dengan seksama ucapan demi ucapan April. Pengakuan atas
perasaannya selama ini. Jawaban atas segala tanya yang terucap maupun yang
masih ada dalam pikirannya hingga saat ini.
“So, gue rasa, gue belum bisa memandang Adam dengan tatapan seorang teman, karena
dalam hati gue masih menyimpan namanya. Meskipun mungkin di hatinya udah ga ada
nama gue. Gue ga mau dekat dengannya dengan kedok sebagai teman, padahal gue
masih menyayanginya, masih membawa namanya dalam doa gue, masih memikirkan
kenangan kita hingga terlelap. Gue mau berteman dengannya, setelah gue yakin
perasaan ini hilang, hanya itu. Untuk memastikan gue ga akan jatuh pada
kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Jatuh cinta dengannya. Tapi bukan
berarti gue ga mau mencoba. Menghindar untuk beberapa saat mungkin pilihan yang
tepat, untuk gue. Meskipun itu mungkin bukan pilihan yang benar di mata orang
lain. Tapi gue rasa, move on butuh
proses, dan mungkin salah satunya dengan cara menjauh darinya alias menghindar.
Tapi percayalah, jika Tuhan sudah merencanakan semuanya. Gue akan berteman
dengan Adam jika Tuhan sudah mengizinkan gue berteman dengannya. Karena pada
dasarnya, lu ga akan bisa hanya menjadi ‘just
friends’ dengan seseorang yang pernah mengisi hati lu, karena di dalam
lubuk hati lu yang paling dalam pernah tersimpan namanya, pernah berharap
untuknya. Because it's not easy to pretend that nothing happened, when you both know that there was a thing happened,” ucap April lalu tersenyum pada Bintang yang menunjukkan bahwa
dirinya sudah baik-baik saja. Bintang tak sempat menanggapi perkataan April,
karena April telah melajukan mobilnya di jalanan yang masih padat merayap namun
tak lagi macet.