Saturday, May 23, 2015

After Us

                “Loh, Pril, itu Adam kan?” tanya Bintang yang membuat April menoleh ke arah yang ditunjuk Bintang.
                “Ya, terus?” ucap April sekenanya pada Bintang yang membuat Bintang menggelengkan kepalanya. Ucapan yang selalu sama jika April menyinggung tentang Adam, seseorang yang dulu pernah mengisi harinya, namun berubah setelah hubungan yang mereka jalin berakhir.
                “Lu kenapa sih, Pril? Emang harus musuhan setelah putus ya?” tanya Bintang. April pun hanya menggedikkan bahunya tak acuh. Bintang pun berhenti bertanya pada temannya dan kembali melanjutkan makan.
****
Dari radio mobil yang diputar oleh Bintang mengalun lagu lembut yang tak asing bagi April maupun Bintang. Jalan raya di depan mereka macet total, menghentikan mereka di tengah hujan deras menuju jalan pulang ke rumah masing-masing. April dibalik kemudi langsung membeku sesaat lagu itu melantun. Especially for You. Melihat perubahan reaksi yang ditunjukkan April, Bintang dengan cepat mencoba mematikan lagu yang mengalun dari radio mobil, tetapi sesuatu menahannya.
                “Loh, kenapa, Pril? Kok lu nahan gue?” tanya Bintang bingung.
                “Loh, lu mau ngapain emangnya?” April balik bertanya.
                “Ya menurut lu, gue mau ngapain? Matiin radionya lah,” ucap Bintang jujur.
                “Kenapa?” tanya April.
                “Lu ga bisa liat muka lu setelah denger lagu ini sih, muka lu mendadak pucat, terus beku mendadak. Semua gerak gerik lu jadi canggung,” tutur Bintang membuat April melepaskan tangan Bintang perlahan.
                “Kalau dimatiin kan malah sepi,” ucap April mulai mengalihkan pandangannya ke arah rintik hujan yang jatuh dengan kecepatan sedang.
                “Pril, mungkin gue ga tau seberapa lagu ini berarti buat lu dulu. Atau bahkan sampai sekarang. Tapi gue tau kok, ini ada hubungannya dengan Adam. Lu selalu reflek matiin radio kalau lagu ini diputar, lu reflek ngelepas headset lu kalau ga sengaja lagu ini melantun dari HP lu, tapi gue bingung kenapa lu ga pernah ngapus lagu ini dari daftar musik di HP lu maupun di iPod lu,” ucap Bintang menjelaskan.
                “Bintang, gue jarang cerita kan ke elu? Kalau sekarang gue cerita, lu mau denger ga?” tanya April membuat mata Bintang terbelalak.
                “Tumben banget lu. Gue siap dengerin lu, tapi gue bukan orang yang terlalu bijak untuk memberi saran buat seseorang, apalagi masalah cinta,” ucap Bintang.
                “Lagu ini, lagu yang berarti untuk gue. Adam nembak gue lewat lagu ini, alunan gitar dan sebuah boneka beruang besar bertuliskan ‘I Love You’ di depan rumah gue. Di saat itu gue sangat tersipu, dan akhirnya gue sama Adam jadian. Tapi ternyata hubungan gue dan dia ga bisa bertahan lama. Gue putus, karena keegoisan masing-masing. Dulu pas awal-awal putus, lagu ini selalu menghempaskan gue kembali ke masa dimana gue masih bersama Adam. Karena ketika lu putus, mungkin lu  lebih merindukan masa-masa dimana orang tersebut masih ada disisi lu, atau merindukan kenangan-kenangannya, bukan orangnya. Tapi membenci lagu ini bukan hal yang benar, bukan? Karena lagu ini memang akan tetap ada dengan segala kenangan yang menyertainya, jadi gue putuskan untuk menerimanya, mendengarkannya ketika radio memutar lagunya, mendengarkannya ketika lagu ini melantun di HP gue, karena itu ga akan mengubah apa-apa, hanya tinggal kenangan,” April berhenti lalu menghela nafas  panjang, sementara Bintang mendengarkan temannya bercerita.
                “Gue orang yang sulit jatuh cinta, namun ketika gue jatuh cinta, gue akan mencintai dengan sangat. Begitupun pas sama Adam. Gue sayang banget sama dia. Betapa bodohnya gue untuk membiarkan hati gue jatuh gitu aja hanya untuk dihancurkan. Mungkin seharusnya, gue biarkan rasa itu tumbuh perlahan, bukannya langsung membiarkan rasa itu jatuh sepenuhnya. Betapa hancurnya hati gue ketika Adam mutusin gue. Rasanya… sulit untuk didefinisikan. Ada perasaan sakit yang sangat mendalam namun gue ga bisa untuk menangis. Gue biarkan diri gue larut dalam kesedihan untuk pertama dan terakhir kalinya untuk Adam. Dan gue harap, dengan hilangnya rasa sedih itu, hilang juga perasaan sayang gue sama Adam. Namun, Tuhan nampaknya berkehendak lain. Betapapun gue berusaha untuk melupakannya, dia tetap ada di dalam hati gue. Bahkan mungkin hingga sekarang. Betapa gue ga bisa membohongi hati gue, ketika kita ke fakultasnya. Gue berusaha tetap cuek, namun sudut mata gue selalu mencari keberadaan Adam. Seberapa banyak gue mencoba acuh atas keberadaan Adam yang tiba-tiba deket sama keberadaan gue, kaya tadi di Mall, tapi sesering itu juga hati gue hancur, dan lebih hancur,” ucap April. Lagu itu telah berhenti mengalun dari radio yang digantikan dengan suara penyiar radio yang bernada riang di tengah kemacetan dan rintik hujan.
                Bintang mendengarkan dengan seksama ucapan demi ucapan April. Pengakuan atas perasaannya selama ini. Jawaban atas segala tanya yang terucap maupun yang masih ada dalam pikirannya hingga saat ini.
                “So, gue rasa, gue belum bisa memandang Adam dengan tatapan seorang teman, karena dalam hati gue masih menyimpan namanya. Meskipun mungkin di hatinya udah ga ada nama gue. Gue ga mau dekat dengannya dengan kedok sebagai teman, padahal gue masih menyayanginya, masih membawa namanya dalam doa gue, masih memikirkan kenangan kita hingga terlelap. Gue mau berteman dengannya, setelah gue yakin perasaan ini hilang, hanya itu. Untuk memastikan gue ga akan jatuh pada kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Jatuh cinta dengannya. Tapi bukan berarti gue ga mau mencoba. Menghindar untuk beberapa saat mungkin pilihan yang tepat, untuk gue. Meskipun itu mungkin bukan pilihan yang benar di mata orang lain. Tapi gue rasa, move on butuh proses, dan mungkin salah satunya dengan cara menjauh darinya alias menghindar. Tapi percayalah, jika Tuhan sudah merencanakan semuanya. Gue akan berteman dengan Adam jika Tuhan sudah mengizinkan gue berteman dengannya. Karena pada dasarnya, lu ga akan bisa hanya menjadi ‘just friends’ dengan seseorang yang pernah mengisi hati lu, karena di dalam lubuk hati lu yang paling dalam pernah tersimpan namanya, pernah berharap untuknya.  Because it's not easy to pretend that nothing happened, when you both know that there was a thing happened,” ucap April lalu tersenyum pada Bintang yang menunjukkan bahwa dirinya sudah baik-baik saja. Bintang tak sempat menanggapi perkataan April, karena April telah melajukan mobilnya di jalanan yang masih padat merayap namun tak lagi macet.